#navbar-iframe { height:0px; visibility:hidden; display:none }

Jumat, 02 Juli 2010

PENGARUH KEPRIBADIAN DA’I PADA EFPEKTIFITAS DAKWAH

0 komentar



PENGARUH KEPRIBADIAN DA’I PADA EFPEKTIFITAS DAKWAH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UAS mata Kuliah Psikologi Dakwah

Dosen Pembimbing: M. Kodir S,sos.I M,si










Oleh:

Nana Yusep

Smester VI

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH (IAILM)

PONDOK PESANTREN SURYALAYA TASIKMALAYA




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai dai tentu saja kita ingin mencapai kesuksesan dalam mencapai tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam menjadi cinta, dari tidak mau beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap kebenaran ajaran Islam, dari lupa kepada Allah menjadi para pecinta dzikir, begitulah seterusnya.

Karena dakwaog,h bermaksud mengubah sikap kejiwaan seorang madú (objek dakwah), maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan kita sebagai da’I selain harus memahami kondisi psikologis mad’u, lebih penting lagi para da’I (include penulis) harus mampu memahami dan mengendalikan kondisi psikologis dirinya. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadist yang sangat popular “Barang Siapa mengenali dirinya niscaya dia akan kenal dengan Tuhannya” dari sabda Baginda Nabi tersebut jelaslah bahwa kita sebagai da’I sebelum menyeru saudara-saudara kita pada kebajikan maka diharuskan dahulu menyeru dan mengenali diri kita sendiri. Hal ini sangat penting dilakukan setiap da’I, karena walau bagaimanapun masyarakat yang menjadi objek dakwah kita akan senantiasa memperhatikan dan mengamati tindak-tanduk para da’inya.

Maka berdasarkan uraian di atas sangatlah penting bagi semua da’I untuk mengetahui seberapa besar pengaruh akhlak dan kepribadian dai terhadap epektifitas dakwah. Oleh karena hal ini sangat urgent maka insya Allah penulis akan mencoba memaparkan hal tersebut dalam sebuah pembahasan singkat.

1.2 Batasan Masalah

Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa hal mengenai pengaruh dan urgensi dari kepribadian da’I terhadap epektifitas dakwah dengan batasan masalah sebagai berikut:

· Pengertian kepribadian secara umum

· Pengertian kepribadian menurut psikologi.

· Pengertian kepribadian menurut Islam

· Kepribadian Nabi Muhammad sebagai Uswah bagi semua Da’i.

· Urgensi dan pengaruh kepribadian Da’I dalam dakwah.

1.3 Tujuan Penulisan

· Mengetahui dan memahami pengertian-pengertian kepribadian

· Mengetahui Akhlak Nabi Muhammad SAW sebagai parameter kepribadian semua da’i.

· Mengetahui Seberapa besar urgensi dan Pengaruh Dari kepribadian da’I terhadap suksesnya proses dakwah.

1.4 Metodologi Pembahasan

Metode pembahasan yang dilakukan adalah dengan studi literatur-literatur yang terkait dengan tema dan dari beberapa pengalaman penulis. Kemudian akan dicoba untuk menerapkan sedikit contoh yang berhubungan dengan topik bahasan.

1.5 Sistematika Penulisan

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

1.2 Batasan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Metodologi Penulisan

1.5 Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepribadian Secara Umum

2.2 Pengertian Kepribadian Menurut Psikologi

2.3 Kepribadian Menurut Islam

2.4 Kepribadian Nabi Muhammad sebagai Uswah bagi semua Da’i

2.5 Urgensi kepribadian Da’I dalam dakwah

2.6 Pengaruh Kepribadian Da’i Terhadap Efektifitas Dakwah

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Kritik dan Saran

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepribadian Secara Umum

Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin: persone, yang berarti kedok atau topeng. Dimana hal ini selalu dipakai pada zaman romawi dalam melakukan sandiwara panggung. Lambat laun kata persona (personality) berubah istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau masyarakat. Sehingga kemudian individu diharapkan akan berperilaku sesuai dengan peran atau gambaran sosial yang diterimanya. Pengertian ini biasanya muncul dengan ungkapan seperti: “Didi berkepribadian pahlawan.” Atau “Dewi berkepribadian kartini sejati.”

Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.

Dari penjelasan diatas bisa diperoleh gambaran bahwa kepribadian, menurut pengertian sehari-hari atau masyarakat awam, menunjuk pada gambaran bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu yang lainnya.

Anggapan seperti ini sangatlah mudah dimengerti, tetapi juga sangat tidak bisa mengartikan kepribadian dalam arti yang sesungguhnya. Karena mengartikan kepribadian berdasarkan nilai dan hasil evaluatif. Padahal kerpibadian adalah sesuatu hal yang netral, dimana tidak ada baik dan buruk. Kepribadian juga tidak terbatas kepada hal yang ditampakkan individu saja, tetapi juga hal yang tidak ditampakkan individu, serta adanya dinamika kepribadian, dimana kepribadian bisa berubah tergantung situasi dan lingkungan yang dihadapi seseorang.

2.1 Pengertian Kepribadian Menurut Psikologi

Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan(Disarikan dari teori Tabula Rasa Jhon Loke). Definisi kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut :

a. Yinger

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.

b. M.A.W Bouwer

Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang.

c. Cuber

Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.

d. Theodore R. Newcombe

Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.

e. Gordon Allport

Merumuskan kepribadian adalah organisasi dinamis sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya. Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.

f. Sigmund Freud

Memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.

Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb(E. Koswara):

1. Sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.

2. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang.

3. Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan.

2.3 Kepribadian Menurut Islam

Dalam beberapa literatur keislaman, kepribadian Islam seringkali diidentikkan dengan akhlak atau tasawuf. Tasawuf yaitu salah satu aspek ajaran Islam yang membahas tentang perilaku bathin manusia.

KH. Drs. Wahfiudin SE, MBA (Wakil Talqin TQN PP. Suryalaya) menyampaikan dalam CD Tematiknya yang berjudul “Mengenal Diri Menggapai Illahi” bahwa kepribadian merupakan interaksi dari kualitas-kualitas nafs, qalb, akal dan bashirah, interaksi antara jiwa, hati, akal dan qalbu (hati nurani). Kepribadian, disamping bermodal kapasitas fitrah (Godspot atau sifat originalitas)bawaan sejak ruh diciptakan Allah di alam Lahut, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman-pengalam spiritual dalam dirinya.

Abd al-Mujib dalam bukunya membagi tiga tipe kepribadian, yaitu tipe kepribadian ammarah, kepribadian lawwamah, dan kepribadian muthmainnah. Pembagian tipe ini didasarkan atas konsistensi dengan pembahasan struktur kepribadian dan dinamikanya.

Berikut tipologi kepribadian yang dimaksud, antara lain:

a. Tipe Kepribadian Ammarah

Tipe kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan naluri primitifnya. Hal ini menyebabkan ia menjadi tempat dan sumber kejelekan dan perbuatan tercela. Bentuk-bentuknya seperti syirik, kufur, riya’, nifaq, zindiq, membanggakan kekayaan, mengikuti hawa nafsu, sombong dan ujub, boros, riba, mengumpat, pelit, benci, pengecut, fitnah, berangan-angan, khianat, ragu, buruk sangka, rakus, zalim, adu domba, dan tabiat jasad yang mengejar prinsip-prinsip kenikmatan syahwati lainnya.

b. Tipe Kepribadian Lawwamah

Tipe kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang mencela perbuatan buruknya setelah memperoleh cahaya kalbu. Ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya dan kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak gelapnya, tetapi kemudian diingatkan ilham sehingga ia bertaubat. Bentuk-bentuk tipe kepribadian sulit ditentukan, sebab ia merupakan kepribadian yang bernilai netral antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.

3. Tipe Kepribadian Muthmainnah

Tipe kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang tenang setelah diberi kesempurnaan cahaya kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Bentuk-bentuk kepribadian muthmainnah terbagi tiga jenis, yaitu (1) Kepribadian Mukmin, yang memiliki enam bentuk kepribadian: rabbani atau ilahi, maliki, qurani, kepribadian rasul, yawm akhiri, dan taqdiri. (2) Kepribadian Muslim: syahadatain, mushali, shaim, muzakki, dan haji. (3) Kepribadian Muhsin, yang memiliki multibentuk kepribadian.

Ibnu Qayyim al-Jawziyyah memberi batas diametris antara kepribadian muthmainnah dan kepribadian ammarah. Jika kepribadian muthmainnah dianggap sebagai perilaku yang positif, maka kepribadian ammarah dianggap sebagai perilaku negatif. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:

Perbedaan Kepribadian Muthmainnah dan Ammarah

No.

Kepribadian Muthmainnah

Kepribadian Ammarah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

Memiliki harga diri (hamiyyah)

Merendahkan diri (tawadhu)

Darmawan (judd)

Kewibawaan (mahabbat)

Berani (syaja’at)

Prihatin (huzn)

Hemat (iqtishad)

Waspada (ihtiraz)

Firasat (farasat)

Memberi peringatan (nashihat)

Memberi hadiah (hadiyah)

Memaafkan (‘afw)

Pengharapan (raja’)

Menceritakan nikmat (tahaddus)

Berhati lembut (riqqah al-qalb)

Menyerahkan diri (tawakal)

Hati-hati (ihtiyat)

Inspirasi dari malaikat (ilham)

Nasihat (nashihat)

Bersegera (mubadarah)

Curahan hati (ikhbar al-hal)

Menjatuhkan harga diri (Jufa’)

Menghinakan diri (muhannah)

Menghambur-hamburkan harta (Sarf)

Kesombongan (kibr)

Nekat (jar’at)

Penakut (jubn)

Pelit (syukhkh)

Buruk sangka (su’udzhan)

Persangkaan (zhann)

Menunjukkan keburukan orang (ghibah)

Menyuap (riswah)

Suka menghinakan diri (zull)

Angan-angan (tamanni)

Bangga harta (fakhkhar)

Keluh kesah (jaza’)

Lemah hati (‘ajz)

Ragu (was-was)

Inspirasi dari syaitan (ilham min syaitan)

Mencerca (ta’nib)

Terburu-buru (‘ajlat)

Keluh kesah (syakwa)

Pada tabel tersebut, Ibn Qayyim tidak menentukan kepribadian lawwamah. Sebab kepribadian lawwamah secara esensial tidak memiliki posisi yang menetap, sedangkan dua kepribadian lain sifatnya permanen. Kepribadian muthmainnah dan kepribadian ammarah ibarat dua kutub yang berlawanan, sedangkan kepribadian lawwamah berada pada posisi netral yang ditarik kedua kepribadian.

2.4 Kepribadian Nabi Muhammad sebagai Uswah bagi semua Da’i.

Muhammad Rasulallah adalah teladan bagi ummat manusia dan itu dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Sekurang-kurangnya Allah menyebutkan kata uswatun itu sebanyak tiga dalam Al-Qur’an, yaitu QS Al-Ahzab ayat 21 dan QS Al-Mumtahanah ayat 4 dan 6. Keteladanan beliau dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam dakwahnya. Dalam dakwah, Nabi Muhammad Saw lebih mengedepankan dakwah bil hikmah atau contoh yang baik yang direalisasikan dalam kepribadian yang baik (akhlak karimah). Kekuatan kepribadian mulia beliau mampu menarik simpati masyarakat sehingga peluang untuk diterimanya dakwah beliau oleh masyarakat sangatlah besar.

Kita ingat bagaimana Rasulullah Saw tidak marah saat seorang kaum musyrik meludahi beliau setiap pergi ke masjid. Suatu hari, ketika Rasulullah Saw pergi ke masjid, beliau merasakan keanehan karena orang yang setiap saat meludahi beliau setiap akan pergi ke masjid tidak ada. Sesampainya di masjid Rasulullah Saw menanyakan kepada para sahabat di mana orang itu berada. Lalu Rasulullah Saw memperoleh jawaban bahwa orang yang meludahi beliau jatuh sakit. Setelah mendengar jawaban itu, Rasulullah datang membesuk orang tersebut dan mendoakan kesembuhan baginya. Akhirnya, orang tersebut kemudian menyatakan diri sebagai Muslim.

Contoh lain keluhuran perilaku Rasulullah adalah kisah seorang pengemis Yahudi buta di pojok pasar Madinah yang selalu menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. Setelah Rasulllah Saw meninggal dunia, Abu Bakar ash-Shiddiq mengunjungi Aisyah, anaknya yang juga isteri Rasulullah Saw. Sesampainya di rumah Aisyah, Abu Bakar bertanya kepada anaknya apa sunnah Rasulullah yang belum dikerjakan olehnya. Aisyah menjawab bahwa Rasulullah Saw setiap memberi makan pengemis Yahudi buta di pasar Madinah. Abu Bakar pun bergegas menuju pasar Madinah menemui orang Yahudi tersebut yang tak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. Namun, karena ingin mengikuti sunnah Rasulullah Saw, Abu Bakar tetap memberi makan Yahudi buta tersebut dengan cara menyuapinya. Namun alangkah kaget Abu Bakar karena saat menyuapi Yahudi tersebut berkata, “Siapa kamu? Orang yang biasa menyuapiku makan tiap hari terlebih dahulu melembutkan makanan sehingga mulutku tidak perlu mengunyah makanan”. Kemudian Abu Bakar berkata kepada pengemis Yahudi buta itu bahwa orang yang bisa memberinya makan tiap hari telah tiada. Abu Bakar juga mengatakan bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari adalah Rasulullah Saw. Betapa terkejut Yahudinya tersebut mengetahui bahwa orang yang menyuapinya adalah Rasulullah Saw; orang yang setiap hari dijelek-jelekkannya. Akhirnya pengemis Yahudi buta itu masuk Islam.

Dua peristiwa di atas adalah sekelumit contoh bagaimana ampuhnya kepribadian mulia menarik minat seseorang untuk hidup di bawah naungan ajaran Islam. Karena itu, kepribadian yang baik patut dikedepankan oleh setiap da’I demi tercapainya kesuksesan dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam seperti yang dilakukan Rasulallah Saw.

2.5 Urgensi kepribadian Da’I dalam dakwah

Kepribadian seorang da;I merupakan salah satu hal terpenting dalam dakwah, kepribadian yang baik haruslah senantiasa dimiliki oleh seorang da’I . Adapun akhlak dan karakter yang seharusnya dimiliki oleh para da’i, seperti yang dijelaskan Allah SWT di dalam banyak ayat di dalam beberapa tempat di dalam kitab-Nya yang mulia. Diantaranya adalah :

Pertama : Ikhlas. Wajib bagi setiap da’i untuk mengikhlaskan diri kepada Allah SWT, bukan karena keinginan untuk riya’ (pamer supaya dilihat orang) dan sum’ah (pamer supaya didengar orang) dan bukan pula untuk mendapatkan pujian dan sanjungan manusia. Hanya saja ia berdakwah kepada untuk mengharap ridha Alloh SWT semata, sebagaimana firman Alloh :

”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku menyeru hanya kepada Alloh.”

Dan firman-Nya :

”Siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang mengajak kepada Alloh.”

Maka wajib bagi kita untuk mengikhlaskan diri kepada Allah SWT, dan hal ini merupakan akhlak yang paling penting dan sifat yang paling agung yang seharusnya kita gunakan di dalam dakwah kita, yang kita hanya mengharap ridha Allah.

Kedua : Dakwah juga harus dengan ilmu, karena ilmu itu merupakan kewajiban. Jauhilah berdakwah dengan kebodohan dan berkata-kata dengan sesuatu yang tidak kita ketahui. Sesungguhnya kebodohan itu akan menghancurkan tidak bisa membangun dan merusak tidak bisa membenahi.

Dakwah haruslah dengan bashiroh, yaitu ilmu. Maka wajib bagi penuntut ilmu dan da’i untuk menggunakan bashiroh ketika berdakwah dan mencermati apa yang ia dakwahkan dengan dalil-dalilnya. Apabila telah jelas baginya kebenaran dan ia mengetahui kebenaran maka hendaklah ia berdakwah menyeru kepadanya, baik itu berupa perbuatan untuk mengamalkan atau meninggalkan, yaitu berdakwah kepada pengamalan apabila merupakan ketaatan kepada Alloh dan Rasul-Nya, dan berdakwah kepada meninggalkan apa yang dilarang Alloh dan Rasul-Nya di atas petunjuk dan bashiroh.

Ketiga : Kita haruslah berlemah lembut dan ramah di dalam berdakwah dan bersabar sebagaimana sabarnya para rasul ’alaihimush Sholatu was Salam. Sebagai seorang da’I hendaknya kita menjauhi sikap terburu-buru, bengis dan keras. Wajib bagi kita bersikap sabar, lemah lembut dan ramah di dalam dakwah. Seperti diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

Dan Firman-Nya :

”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.”

Dan firman Allah dalam kisah Musa dan Harun :

”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”

Di dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda :

”Ya Alloh, siapa saja yang mengatur sesuatu dari urusan ummatku dan ia bersikap lemah lembut kepada mereka maka bersikap lemah lembutlah padanya dan siapa saja yang mengatur sesuatu dari urusan ummatku dan ia bersikap kasar kepada mereka maka bersikap kasarlah pada dirinya.” (HR. Muslim)

Maka wajib bagi kita untuk bersikap lemah lembut di dalam dakwah dan tidak bersikap kasar kepada manusia. Kita wajib bersikap ramah dan bersabar serta berkata dengan lembut, halus dan baik sehingga mempengaruhi hati mad’u dan menggerakan hati mereka untuk mengikuti apa yang kita serukan kepada mereka.

Termasuk akhlak yang paling penting dan paling agung yang harus dimiliki seorang da’i adalah ia harus mengamalkan apa yang ia dakwahkan dan meninggalkan apa yang ia larang. Karena Allah sangatlah membenci orang yang menyampaikan kebaikan dan melarang kemunkaran tetapi dirinya tidak melakukan kebaikan tersebut. Sebagaimana firmannya:

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS ash-Shaaf : 2-3)

Hendaklah seorang da’i menjadi orang yang berakhlak mulia dan berperangai terpuji, yang sabar dan senantiasa menjaga kesabarannya, yang ikhlas di dalam dakwahnya dan bersungguh-sungguh di dalam menyampaikan kebaikan kepada manusia dan menjauhkan mereka dari kebatilan, disamping itu juga mendoakan hidayah bagi mereka.

2.6 Pengaruh Kepribadian Da’i Terhadap Efektifitas Dakwah

Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah Ta’ala di dalam al-Quran (an-Nahl [16]:125),bahwa salah satu metode dakwah yang bisa kita pergunakan untuk mengajak umat manusia menjadi hamba-hamba Allah, yaitu dakwah bil-hikmah (kebaikan atau contoh yang baik). Metode ini apabila dilakukan dengan baik dan terarah,maka kekuatan dari dakwah akan memberikan dampaknya yang cukup signifikan kepada umat manusia.

Dakwah dengan kepribadian yang baik telah teruji dan terbukti keberhasilannya karena secara praksis telah diterapkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat RA. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan dari dakwah bil-hikmah dengan mengedepankan akhlaqul karimah bisa menjadi senjata dakwah yang sangat ampuh.

Di dalam surat an-Nahl ayat 125 Allah telah berfirman kepada orang-orang yang beriman untuk menyampaikan dakwah dengan penuh kebijaksanaan dan memberikan nasehat yang baik. Oleh karena itu, dengan menunjukkan akhlak yang mulia kepada mad’u (objek dakwah),akan dapat memberikan pengaruh positif yang sangat besar untuk bisa menundukkan hatinya. Karena pada dasarnya ketika berdakwah yang harus ditundukkan adalah hati si mad’u.Dan memang dakwah bil-hikmah inilah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW.

Di dalam beberapa riwayat kita bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang keefektifan dari dakwah bil-hikmah ini,salah satu diantaranya adalah tentang bagaimana masuk Islamnya Abu Bakar RA. Menurut Mush’ab bin Zubair, kaum muslimin sepakat manamakannya sebagai ash-Shiddiq sebab dialah yang pertama kali dan bersegera menyatakan kebenaran Rasulullah SAW serta selalu bersikap jujur dan benar. Dan Abu Bakar RA tidak serta merta masuk Islam tanpa dalil dan hujah apapun,akan tetapi akhlak mulia yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW di sepanjang hidup beliau adalah merupakan dalil jitu dan paling kuat yang menyebabkan Abu Bakar RA langsung menyatakan diri masuk Islam setelah pendakwaan kerasulan dari Nabi Muhammad SAW. Kekuatan karakter dan akhlak fadhilah dari YM Rasulullah SAW lah yang dapat menundukkan hati Abu Bakar RA. Sebagaimana di berbagai riwayat disebutkan bahwa, sebelum pendakwaan kerasulannya, beliau SAW sudah masyhur dengan kepribadiannya yang santun,jujur dan berakhlak tinggi. Sehingga orang-orang Quraisy memberikan gelar al-amin (yang dapat dipercaya) terhadap beliau SAW, jauh sebelum pendakwaan kerasulan beliau SAW.

Oleh karena itu di dalam al-Quran Allah Ta’ala berfirman :


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).

Demikianlah ajaran dari Yang Mulia Rasulullah SAW kepada umat beliau SAW, supaya umat beliau SAW meneladani dan mencontoh sunnah-sunnah beliau SAW. Dengan melalui kekuatan akhlak beliau SAW, pada akhirnya beliau SAW mampu merubah kondisi kaum kuffar Quraisy yang diliputi oleh kejahiliyahan menjadi kaum yang tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Maka tak heran apabila ajaran untuk mewarnai kehidupan umatnya dengan akhlaqul karimah telah menjadi bagian dari ajaran pokok YM Rasulullah SAW. Sehingga di dalam sebuah riwayat hadits disebutkan:


أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1082. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 1232).

Kerena Rasulullah SAW merupakan Rasul yang diutus sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia,maka ajaran cinta, kasih dan sayang juga harus terimplementasi dengan benar dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab dibangkitkannya Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Dan salah satu bukti dari kesempurnaan akhlak adalah orang-orang beriman harus mampu menjadikan keberadaan dirinya sebagai rahmat bagi sesama umat maupun umat yang lain. Dimanapun mereka berada, maka mereka harus mampu menjadi sumber kedamaian dan ketentraman dan bukan malah menjadi ancaman dan teror bagi yang lainnya. Hal inilah yang harus menjadi spirit dalam dakwah kita dan menjadi bagian dalam kehidupan kita sehingga apabila seluruh teladan dari Yang Mulia Rasulullah SAW telah mengambil warna dalam akhlak kita, Insya Allah kekuatan akhlaqul karimah akan dapat menjadi sumber kekuatan yang sangat efektif dalam proses dakwah kita.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari beberapa teori yang dikaji ternyata kepribadian merupakan kondisi psikologis manusia yang sangat vital dalam kehidupan. Kepribadian sangat mempengaruhi segala aktifitas kehidupan, bahkan menentukan sukses tidaknya tujuan-tujuan dari aktifitas tersebut. Sukses tidaknya tujuan individu manusia tergantung baik tidaknya kepribadian, apabila kepribadian kita baik maka tujuan yang hendak dicapai insya Allah akan tercapai walaupun kategori pencapaian itu sendiri relatif, tetapi ukuran kesuksesan yang paling hakiki dan paling mulia bagi ummat manusia adalah mendapat ridha Allah SWT.

Salah satu aktifitas wajib manusia adalah berdakwah, maka kepribadianpun sangat berperan penting dalam kegiatan dakwah ini.Sebagi seorang da’I seyogyanya kita mencontoh keperibadian Nabi Muhammad SAW yang merealisasikan akhlkul karimah dalam kehidupan dakwah beliau.

Berdakwah dengan mengedepankan akhlak yang baik seperti yang dilakukan oleh Rasulallah sungguh sangat besar pengaruhnya, karena walau bagaimanapun berdakwah merupakan proses mempengaruhi perasaan yang merupakan aspek kejiwaan mad’u. Jadi yang menjadi objek dakwah yang sesungguhnya dan lebih bersifat khusus adalah sisi-sisi ruhani mad’u (Qalbu sebagai inti dari ruh). Oleh karena yang menjadi objek dakwah qolbu para mad’u, maka dakwah yang harus dilakukan oleh para da’I adalah memberikan siraman-siraman terhadap qolbunya dengan menggunakan kesucian qolbu da’I (dakwah qolbu to qolbu).

Kepribadian merupakan pencerminan kondisi qolbu. Kepribadian yang baik merupakan pencerminan kondisi qolbu yang suci begitupun kondisi qolbu yang suci (yang senantiasa berdzikir kepada Allah) akan senantiasa membuahkan kepribadian yang baik.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik sebuah konklusi bahwa kesuksesan dakwah sangat ditentukan oleh kesucian qolbu para da’I sebagai inti pencerminan dari kepribadiannya. Maka demi tercapainya kesuksesan dakwah sangatlah penting bagi para da’I untuk senantiasa belajar mensucikan diri (Tazkiyya An-nfs), tiada lain metode pensucian jiwa ini dapat dijumpai dalam thareqat-thareqat sufi.

Sebenarnya dari uraian kesimpulan yang cukup berbelit-belit di atas, penulis hanya ingin menyampaikan satu kalimat inti dari semua isi makalah ini yaitu Wajib bagi setiap da’I untuk berthoriqoh.

4.2 Keritik dan Saran

Dikarenakan penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan sekali keritik dan saran dari seluruh pembaca terutama bapak Dosen pembimbing dalam hal kesesuaian tema dan bahasan, penggunaan istilah juga teknik penulisan. Tiada lain dengan tujuan menjadi sebuah perbaikan bagi penulis ke depannya.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Feist, Jess & Feist, G. J. (2006). Theories of Personality, Sixth ed. Boston: Mc-Graw Hill

Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco

Yani, Ahmad. 200. Maraji’: Bekal Menjadi Khatib dan Mubaligh. Jakarta:

Mudjib, Abd. Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakata: Rajagrafindo.

N Sujanto, Agus, Lubis, Halem, Hadi, Taufik. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara

Netty, dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta: Rajawali.

ReaD MorE...

 
Minima 4 coloum Blogger Template by Beloon-Online.
Simplicity Edited by Ipiet's Template